'Sahabat Pena'

'Sahabat Pena'
Assalamu'alaikum Warohamtullahi Wabarakatuh

Selasa, 17 Februari 2015

ღTrilogi CINTAღ (USTADZ SALIM A.FILLAH & USTADZ FELIX A.SIAUW)






BismillaahiRRohmaaniRRohiim....

"JALAN CINTA PARA PEJUANG"
Karya : Ustadz Salim A.Fillah

Sebuah note teruntuk yang sedang jatuh cinta..atau yang sedang dalam penantian “Miss Right”.
Artikel ini diambil dari blognya Ust. Salim A. Fillah n merupakan cuplikan buku beliau
“Jalan Cinta Para Pejuang”..semoga bermanfaat.. ^_^

Mencintai Sejantan ‘Ali

Kalau cinta berawal dan berakhir karena Allah,
maka cinta yang lain hanya upaya menunjukkan cinta padaNya,
pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki:
selamanya memberi yang bisa kita berikan,
selamanya membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
-M. Anis Matta-

Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah. Karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya!

Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali. Mengagumkan!

‘Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakr Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.
”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakr. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakr lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan RasulNya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya..

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakr berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakr; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab.. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali. Lihatlah berapa banyak budak muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakr; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud.. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakr sang saudagar, insyaallah lebih bisa membahagiakan Fathimah. ’Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin.

”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakr atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku.” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian, atau pengorbanan.
Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakr ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri.
Ah, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakr mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. ’Umar ibn Al Khaththab. Ya, Al Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah.

’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakr. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakr dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakr dan ’Umar..” Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah.
Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!”

’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulillah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali ridha. Mencintai tak berarti harus memiliki. Mencintai berarti pengorbanan untuk kebahagiaan orang yang kita cintai. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.

Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak. Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarder kah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulillah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’ kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adz kah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubadah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?
”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi..”
”Aku?”, tanyanya tak yakin.
”Ya. Engkau wahai saudaraku!”
”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?”
”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi di sana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas rasa cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak. Itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan.

”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu?”
”Entahlah..”
”Apa maksudmu?”
”Menurut kalian apakah ’Ahlan wa Sahlan’ berarti sebuah jawaban!”
”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan.. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya!”

Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakr, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang. Bukan janji-janji dan nanti-nanti. ’Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!”
Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggungjawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian. Dan bagi pencinta sejati, selalu ada yang manis dalam mencecap keduanya.

Di jalan cinta para pejuang, kita belajar untuk bertanggungjawab atas setiap perasaan kita..

Cuplikan Buku "Jalan Cinta Para Pejuang" by Salim A Fillah.


"UDAH PUTUSIN AJA"
Karya : Ustadz Felix A.Siauw

Sebuah note teruntuk sahabat yang hobi Couple bahasa keren dari pacaran...
“Udah putusin aja”..semoga bermanfaat.. ^_^

Islam tidak pernah mengharamkan cinta. Islam mengarahkan cinta agar ia berjalan pada koridornya. Bila bicara cinta di antara lawan jenis, satu-satunya jalan adalah dengan pernikahan, yang dengannya cinta menjadi halal dan penuh keberkahan. Sebaliknya, Islam melarang keras segala jenis interaksi cinta yang tiada halal. Bukan karena apa pun, tapi karena Islam adalah agama yang memuliakan manusia dan mencegah kerusakan-kerusakan yang akan terjadi pada diri manusia itu sendiri.

Sialnya, kaum Muslim kini hidup dalam kungkungan masyarakat yang sebagian besar salah kaprah dalam cinta. Karenanya tidak dikenal lagi kesakralan pernikahan dan kesucian diri, apalagi kehormatan dan kemuliaan jiwa. Semua sudah terganti dengan pergaulan bebas, ada yang menyebutnya pacaran, teman tapi mesra, dibalut dalam alasan kakak-adik, teman dekat, ataupun yang lainnya.

#UdahPutusinAja, sebab apa pun namanya, kelak akan bersaksi seluruh bagian tubuh di depan Allah. Karenanya, sedari dini mari mendidik cinta, mengajarinya agar ia bersemi dalam taat, bukan direndahkan oleh maksiat. Ajarkan cinta agar ia benar hingga membuat pemiliknya terhormat, bukan nista yang ditanggung karena terbuai cinta yang terlaknat.
By : Ustadz Felix Siauw

yg masih pacaran #UdahPutusinAja

Part 1
1. datangilah ayahnya bukan putrinya | bila benar engkau lelaki, jangan berani maksiat lalu lari #UdahPutusinAja

2. jangan inginkan hubungan tapi enggan ikatan | bila benar engkau lelaki, ucap sayang itu setelah nikahi

3. meminang wanita dan engkau masih harus yakinkan keluargamu? itu dusta | bila benar engkau lelaki, siapkan baru katakan

4. jangan mengumbar kata-kata bercabang haram sebelum waktunya | bila benar engkau lelaki, kata-katamu adalah nyawamu

5. wanita itu lemah hatinya terhadap manis kata | bila benar engkau lelaki, ringankan kata adalah perkara utama

6. katakan sayang lakukan hal terlarang, ucap cinta yg maksiat dipinta | bila benar engkau lelaki, harusnya engkau malu

7. katamu kau ingin kebaikan untuknya, yang kau lakukan mengambil masa depannya | dusta, itulah satu-satunya yang kau ajarkan

8. kau katakan kau serius, bagiku itu hanya tipudaya | serius itu menikahi, dan tiada keseriusan selain itu

9. memulai pinangan yang belum kau siapkan untuk akhiri adalah bohong | ibarat tak miliki uang namun mau memborong

10. katamu pacaran adalah penjajakan sebelum menikah | yang ada engkau mencoba-coba karena takutkan nikah

11. masa depan Muslimah yang kau jadikan mainan? | bila yang taat sejak awal saja mungkinkan sulit, apalagi yang dari awal maksiat?

12. tak perlu risau ambil keputusan, banyak Muslimah shalihah | dunia takkan pernah kehabisan mereka, yakinlah #UdahPutusinAja

13. "dia nggak mau aku putusin" | sejak kapan taat perlu izin manusia? sudahi maksiat sudah Allah perkenankan, itu cukup #UdahPutusinAja

14. "semenjak bersamanya aku rajin shalat, itu kan positif?" | #UdahPutusinAja dan berlatihlah bahwa shalat dan taatmu karena Allah semata

15. "aku pacaran positif kok" | bila ada pacaran yang positif, tentu ada pula neraka positif #UdahPutusinAja

16. "cuma pegangan tangan kok" | begitulah mengawali zina, semudah "cuma pegangan tangan" #UdahPutusinAja

17. "pacaran itu tergantung orangnya" | semua wanita yang hilang pusakanya, awalnya berkata begitu #UdahPutusinAja

18. "jangan suudzann, pacaran belum tentu begitu" | bukan berprasangka, tapi melihat yg buruk, mungkin yang tak terlihat lebih parah?

19. "mas, sy siap nikah, TAPI blm cukup duit, ortu blm setuju, kuliah blm lulus, blm kerja blm ada yg mau, blm yakin?" | *terdiam sy -_-

20. bila memang belum siap, #UdahPutusinAja | itulah langkah ksatria yang bisa kau ambil | bila engkau memang lelaki

Part 2
1. pantaskah berbicara tentang sayang, berkata tentang cinta | sementara disaat yang sama amalnya selalu ajak maksiat? #UdahPutusinAja

2. pantaskah rencanakan masa depan, rancang apa yang dihadapan | sementara saat sekarang saja tak berani bilang nikah? #UdahPutusinAja

3. yg pacaran pantaskah panggil memanggil dengan sebutan "ayah" - "bunda" | sementara lo masih menadahkan tangan untuk biaya? #UdahPutusinAja

4. pantaskah lo katakan diri lo menjaganya | padahal justru cumbu rayu haram lo merusak akal dan fisiknya? #UdahPutusinAja

5. lo kata itu ungkapan sayang, kata lo sayang perintah Allah | alasan lo, perintah jelas Allah jgn berkhalwat lo langgar #UdahPutusinAja

6. lo berharap hari esok yg baik, sementara hari ini yg membentuk hari esok lo penuhi dengan maksiat? | #UdahPutusinAja

7. lo kata putuskan dia sulit | egois, pikirkan hanya diri sendiri, tak lo pikirkan dia saat harus dihisab krn maksiat? #UdahPutusinAja

8. #UdahPutusinAja , berhentilah bermaksiat | dengannya Allah akan turunkan cahaya kebaikan yg mengisi relung yang selama ini gelap gulita

9. #UdahPutusinAja , satu saat nanti, yakinlah engkau akan bersyukur telah mengambil keputusan yang tepat dengan taatmu

10. #UdahPutusinAja , mungkin selama ini Allah menghijabmu dari mahligai pernikahan yang lo dambakan karena maksiat lo tetap jalan

11. #UdahPutusinAja , hati lo akan lebih ringan saat hadapkan wajah lo pada kiblat saat shalat | tiada kebohongan dan nifaq yg lo pikul

12. #UdahPutusinAja , engkau takkan mati tanpanya, karena bukan karenanya engkau hidup | pahami seutuhnya hidup-matimu hanya Allah!

13. #UdahPutusinAja , bila tidak engkau segerakan, setiap lisan padanya adl dosa, setiap sentuhan adl maksiat, setiap pandangan akan dihisab

14. #UdahPutusinAja , beri dirimu waktu untuk ketahui bukan hanya apa yg engkau inginkan, tapi apa yang Allah kehendaki bagimu

15. #UdahPutusinAja , dengannya kau mungkin akan merasakan apa beda cinta ikhlas sejati dengan cinta nafsu yang hanya perlu pelampiasan

16. #UdahPutusinAja , hormati badanmu sendiri, muliakan dirimu sendiri, sempurnakan keimananmu | agar pantas bagimu atas surga yg kau pinta

"NIKMATNYA PACARAN SETELAH PERNIKAHAN"
Karya : Ustadz Salim A.Fillah

Pacaran itu memang nikmat.Tapi..bedakan dulu ukhti,akhi. Pacaran karena dilandasi nafsu, tidak halal..atau pacarannya karena Allah? “Eh? Maksudnya gimana ya?” Nah ini yang perlu dikupas,pacaran yang tidak halal itu pasti dilarang oleh Allah, “Pacaran ya pasti dilarang oleh Allah, lah.
Mana ada yang disukai oleh Allah?” Ehem, ada lho! Yaitu..pacaran setelah pernikahan, bukannya dilarang, tapi malah berpahala...Gak percaya ?? makanya Nikah dulu,baru pacaran...

Nah ana disini akan share sedikit tentang isi buku dari salah satu buku best seller-nya Ust. Salim A. Fillah terbitan Pro-U Media (2003), yakni Nikmatnya Pacaran setelah Pernikahan.

Nikmatnya pacaran setelah pernikahan. Betapa ia ingin mengajak menjaga kesucian bagi kita yang sedang menanti keindahan. Betapa ingin ia tegaskan makna masa muda yang rawan. Betapa ingin ia ajak Anda melongok janji-janji Ar Rahman, mendapatinya begitu nyata dan pasti tertunaikan. Ya Allah Engkau Mahabenar, janji-Mu benar, Rasul-Mu benar, kitab-Mu benar, surga-Mu benar, neraka-Mu benar… agar kami menjadi saksi atas manusia,dan Rasul menjadi saksi atas kami. Itulah kalimat yang sengaja saya nukil dari buku Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan.MasyaAllah,alunan jemari diatas keyboard rasanya jadi kaku,jantung deg-degan ketika saya ingin membahas buku ini.

Alangkah seringnya mentergesai kenikmatan tanpa ikatan, membuat detik-detik di depan terasa hambar. Belajar dari ahli puasa, ada dua kebahagiaan baginya. Saat berbuka dan saat Allah menyapa lembut memberikan pahala. Inilah puasa panjang syahwatku.

Kekuatan ada pada menahan, dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh kejutan. Coba saja kalau Allah yang menghalalkan setetes cicipan surga kan menjadi shadaqah berpahala.

Melalui buku ini, Ustadz Salim A. Fillah coba menjelaskan lebih dalam mengenai hakikat dari cinta, dan bagaimana seharusnya cinta itu diolah dibesarkan sesuai dengan porsi nya.

Beliau memaparkan bahwa cintanya kita pada apa yang ada didunia ini, baik keluarga, orang yang dicinta, harta, kedudukan, itu tidaklah boleh melebihi cintanya kita pada Sang Pencipta, Allah SWT.

Bukankah Allah lebih dekat daripada urat leher kita ?! Maka ketika hati ini mulai melenceng dari garis cinta kita pada Allah, maka bersegeralah pegang urat leher kita dan rasakan keberadaan Allah disana. Bukan kah ia ada disana saat kita senang dan duka?

Ketahuilah bahwa Allah lebih pencemburu ketimbang kita manusia ! Karenanya jika kita berbuat sesuatu bukan karena-Nya melainkan karena makhluk yang sebenarnya adalah ciptaan-Nya, maka sudah barang tentu Allah sangat murka pada kita.

"Dan diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Padahal, orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah.."
(QS. Al-Baqarah : 165)


Kaitan nya dengan judul buku ini, Saya dan kita semua harus lah sadar bahwa jodoh adalah ketentuan Allah. Ada aturan dan tatakrama yang sudah digariskan dan dicontohkan oleh Rasulullah mengenai hal ini.

Bagi seorang mukmin alangkah baiknya bagi kita untuk belajar dari ahli puasa jika belum sampai waktunya. Dan ketahuilah ada dua kenikmatan dan kebahagiaan bagi seorang yang berpuasa, yaitu saat ia berbuka dan pada saat Allah menyapa lembut memberikan pahala.

Inilah puasa panjang syahwat seorang mukmin, kekuatan ada pada menahan. Dan rasa nikmat itu terasa, di waktu buka yang penuh kejutan.


Pesan Ust. Salim A. Fillah :

Coba saja,
Kalau Allah yang menghalalkan
Setitis cicipan surga
Kan menjadi shadaqah berpahala

Hei, karena saya pun masih belajar..mari ingat ingat pesan cinta dari Allah ini :

"Wanita-wanita yang kotor adalah untuk lelaki yang kotor dan lelaki yang kotor untuk perempuan yang kotor.


Dan wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik"
(QS. An-Nur : 26)


"Wanita dinikahi karena empat hal; sebab hartanya, kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah yang beragama agar barakah kedua tanganmu"
(HR. Muslim)


Jadi, marilah kita perbaiki diri kita sendiri, kemudian menjadi yang terbaik sebagai insan, maka kita insyaAllah akan dipantaskan oleh Allah pada pasangan yang sudah menjadi ketetapan-Nya. Aamiin


Alhamdulillah,akhirnya kelar juga saya memberi sedikit cuplikan dan resensi dari buku-buku beliau.
Hunting bukunya yuk,Murah kok.
tidak kurang dari apa yang bisa saya harapkan dari karya Salim A. Fillah dan Ustad Felix A.siauw padat berisi, segar menyentak, dan manis menggugah. Tak banyak saya kira, penulis yang mampu meramu sumber-sumber berbahasa langitan, menyambung dan merangkainya menjadi suatu karya yang tidak hanya renyah dibaca, tapi juga nyaman dicerna oleh pikiran awam seperti ana. Pemilihan diksi dan penggunaan kata bahasa juga pada buku ini lebih kaya dan sastra bahasanya juga mudah dipahami oelh kalangan muda meski tampak tidak selalu membaku, tetapi tetap tertata untuk dibaca.

Semoga bisa mengikuti Jejak beliau...

Riedha bersama Ustadz Salim A.Fillah & Ustadz Felix A.Siauw








Senin, 09 Februari 2015

ღ KHUMAIRA (KEMERAH-MERAHAN) ღ


Sahabat Bloger yang dicintai Allah,
Khumaira merupakan panggilan Nabi Muhammad SAW pada istrinya Siti Aisyah yang artinya " Pipi kemerah - merahan " ( So sweet sekali ya )

Kurang lebih kisahnya seperti ini.

Pernah baginda Rasulullah, pulang pada waktu pagi.
Tentulah baginda amat lapar waktu itu.
Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan.
Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar.

Maka Nabi bertanya,“Belum ada sarapan ya Khumaira?”

(Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang berarti ‘Wahai yang kemerah-merahan’)
Aisyah menjawab dengan agak serba salah,
“Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.”
Rasulullah lantas berkata, ”Kalau begitu aku puasa saja hari ini.” tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya.

Setelah tau arti dan kisah nya,, ingin sekali ana memanggil calon Putri kecil nan cantik ana kelak dengan nama Khumaira... ◕ ‿ ◕
Bener2 nama yang bagus, manis dengan arti yang puitis.

Panjangnya Khumaira Kanahaya Aisyah Nur Attiqah...

Semoga panggilan tersebut akan menghiasi hari-hari kami dimasa yang akan datang,, Aamiin.

Nak,ummi rindu kehadiran kalian...

ღ TARBIYAH ISLAMIYAH UNTUK ANAK ღ



BismillaahiRRohmaaniRRohiim...

Sahabat,
Untuk mentarbiyah anak yang akan menjadi bagian dari Umat Nabi Muhammad saw. bisa kita mengambil dari caranya Nabi Ibrahim, yang Allah ceritakan dari isi doanya Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim berikut ini:

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur.

Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.

Segala puji bagi Allah yang Telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha mendengar (memperkenankan) doa.

Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.

Ya Tuhan kami, beri ampunlah Aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. [Ibrahim: 37-41]

Dari doanya itu kita bisa melihat bagaimana cara Nabi Ibrahim mendidik anak, keluarga dan keturunannya yang hasilnya sudah bisa kita ketahui, kedua anaknya Ismail dan Ishaq menjadi manusia pilihan Allah:

Cara pertama mentarbiyah anak adalah mencari, membentuk biah yang shalihah. Representasi biah, lingkungan yang shalihah bagi Nabi Ibrahim Baitullah [rumah Allah], dan kalau kita adalah masjid [rumah Allah]. Maka, kita bertempat tinggal dekat dengan masjid agar anak-anak kita lebih sering ke masjid, sehingga mereka mencintai masjid. Bukankah salah satu golongan yang mendapat naungan Allah di saat tidak ada lagi naungan adalah pemuda yang hatinya cenderung kepada masjid.

Kendala yang mungkin kita akan temukan adalah teladan,padahal belajar yang paling mudah itu adalah meniru dari ayah yang berangkat kerjanya ba’da subuh yang mungkin tidak sempat ke masjid dan pulangnya sampai rumah ba’da Isya, praktis anak tidak melihat contoh shalat di masjid dari orang tuanya. Selain itu, kendala yang sering kita hadapi adalah mencari masjid yang ramah terhadap anak, para pengurus masjid dan jamaahnya terlihat kurang suka melihat anak dan khawatir terganggu kekhusu’annya, dan ini dipengaruhi oleh pengalamannya selama ini bahwa anak-anak sulit untuk tertib di masjid.

Cara kedua adalah mentarbiyah anak agar mendirikan shalat. Mendirikan shalat ini merupakan karakter umat Nabi Muhammad saw sebagaimana yang uraian di atas. Nabi Ibrahim bahkan lebih khusus di ayat yang ke-40 dari surat Ibrahim berdoa agar anak keturunannya tetap mendirikan shalat. Shalat merupakan salah satu pembeda antara umat Nabi Muhammad saw dengan selainnya. Shalat merupakan sesuatu yang sangat penting, mengingat Rasulullah saw memberikan arahan tentang keharusan pembelajaran shalat kepada anak suruhlah anak shalat pada usia 7 tahun, dan pukullah bila tidak shalat pada usia 10 tahun. Rasulullah saw membolehkan memukul anak di usia 10 tahun kalau dia tidak melakukan shalat dari pertama kali disuruh di usia 7 tahun. Ini artinya ada masa 3 tahun, orang tua untuk mendidik anak-anaknya untuk shalat. Dan waktu yang cukup untuk melakukan pendidikan shalat.

Proses tarbiyah anak dalam melakukan shalat, sering mengalami gangguan dari berbagai kalangan dan lingkungan. Dari pendisiplinan formal di sekolah dan di rumah, kadang membuat kegiatan shalat menjadi kurang mulus dan bahkan fatal, terutama cara membangun citra shalat dalam pandangan anak. Baru-baru ini, ada seorang suami yang diadukan oleh istrinya tidak pernah shalat kepada ustadzahnya, ketika ditanya penyebabnya, ternyata dia trauma dengan perintah shalat. Setiap mendengar perintah shalat maka terbayang mesti tidur di luar rumah, karena ketika kecil bila tidak shalat harus keluar rumah. Sehingga kesan yang terbentuk di kepala anak kegiatan shalat itu tidak enak, tidak menyenangkan, dan bahkan menyebalkan. Kalau hal ini terbentuk bertahun-tahun tanpa ada koreksi, maka sudah bisa dibayangkan hasilnya, terbentuknya seorang anak [muslim] yang tidak shalat.

Cara keempat adalah mentarbiyah anak agar disenangi banyak orang. Orang senang bergaul dengan anak kita, seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah saw: “Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari]. Anak kita diberikan cerita tentang Rasulullah saw, supaya muncul kebanggaan dan kekaguman kepada nabinya, yang pada gilirannya menjadi Rasulullah menjadi teladannya. Kalau anak kita dapat meneladani Rasulullah saw berarti mereka sudah memiliki akhlaq yang baik karena sebagaimana kita ketahui Rasulullah memiliki akhlaq yang baik seperti pujian Allah di dalam al-Quran: “Sesungguhnya engkau [Muhammad] berakhlaq yang agung.” [Al-Qalam, 68: 4]

Cara ketiga adalah mentarbiyah anak agar dapat menjemput rezki yang Allah telah siapkan bagi setiap orang. Anak ditarbiyah untuk memiliki life skill [keterampilan hidup] dan skill to life [keterampilan untuk hidup]. Rezki yang telah Allah siapkan Setelah itu anak diajarkan untuk bersyukur.

Cara keempat adalah mentarbiyah anak dengan mempertebal terus keimanan, sampai harus merasakan kebersamaan dan pengawasan Allah kepada mereka.

Cara kelima adalah mentarbiyah anak agar tetap memperhatikan orang-orang yang berjasa sekalipun sekadar doa dan peduli terhadap orang-orang yang beriman yang ada di sekitarnya baik yang ada sekarang maupun yang telah mendahuluinya.

Barakallahu Fiik,

Semoga kita bisa menjadi Orang tua yang mampu mentarbiyah anak-anak kita untuk menjadi generasi Robbani.
Yang Cinta Allah,Cinta Rasulullah,dan mengaplikasikan apa yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah-sunnah Rasul.

Nak,1 pesan Umi...
Kalian harus lebih baik dari Umi dan Abi...